Akhir-akhir
ini telinga dan mata saya menjadi akrab dengan kalimat yang sering dilontarkan
teman-teman seusia saya. Fakultas Kedokteran atau yang kerap disapa dengan
sebutan FK ini menjadi salah satu idaman bagi banyak orang. Idealis
tentu saja. Namun begitulah mimpi kecil yang ada di benak masing-masing orang.
Profesi ini dinilai memungkinkan, memakmurkan,dan juga bisa diterima oleh lingkungannya.
Inilah sebabnya mereka seringkali melontarkan kalimat tersebut.
Ini berawal sejak mereka duduk di bangku kelas XII.
Ditambah
lagi dengan tuntutan orang tua dan kemauan saya yang membuat cita-cita ini
semakin menjadi. Orang tua saya, terutama ibu sering berpesan kepada saya “Nak,
carilah perguruan tinggi yang mana selepas dari itu, kamu langsung kerja dan
memperoleh pendapatan yang tinggi”. Kalimat-kalimat itulah yang sering
diucapkan oleh ibu saya sampai saat ini. Beliau berasumsi bahwa dengan pendapatan
tinggi, kelangsungan hidup seseorang akan terjamin, baik kecukupan kebutuhan
primer, sekunder bahkan kebutuhan tersier. Lantas, kenapa harus langsung kerja?
Kenapa orientasinya harus pada pendapatan?
Berawal
dari mindset inilah mungkin sampai saat ini yang membuat banyak orang salah
ambil jalan. Banyak yang mengambil jalur alternatif untuk memperoleh apa yang
ia kehendaki. Saya sendiri pernah mendengar, ada anak yang pernah berbicara
langsung kepada salah seorang guru saya,
”Bapak,
saya pasti masuk FK”
”Lho,
kok bisa nak?”
”Ya
jelas pak, ibu saya sudah siapin uang 1 M buat kesana”
Saya
sendiri sempat terkejut ketika mendengarnya. Coba bayangkan berapa nominal yang
siap dikeluarkan oleh orang tua anak
tersebut. Apapun caranya pasti orang tua anak itu lakukan hanya untuk menjadikan
anaknya bisa melanjutkan kuliah di fakultas kedokteran. Ada juga yang berusaha
untuk mencari kenalan orang dalam bahkan dosen-dosen pun mereka jadikan sasaran
agar bisa masuk kedalam fakultas tersebut. Alhasil berita penyelewengan ini
kerap menjadi topik hangat pada saat penerimaan mahasiswa baru.
Ini
tidak lain karena terbukanya kesempatan untuk berbuat curang. Sama seperti
prinsipnya, kejahatan bisa terjadi karena ada niat dan kesempatan. Maka bisa
dikatakan bahwa salah satu faktor terjadinya penyelewengan adalah lingkungan tersebut yang mendukung terjadinya
penyelewengan.
Awalnya
tindakan ini memang hanya dilakukan oleh beberapa oknum tertentu. Lebih-lebih
mereka yang mempunyai wewenang. Alhasil satu fakultas akan menjadi bahan
perbincangan public. Bak nila setitik yang merusak susu sebelangga, kemudian
tindakan ini nyatanya lalu membudaya, dan membentuk sistem. Dari anggota
bawahan hingga jajaran elit. Seperti tidak ada yang salah jika seseorang
melakukan penyelewengan. Sudah biasa. Sudah menjadi tradisi.
Akibatnya,
kredibilitas lembaga kedokteran menurun, bahkan bisa dibilang negatif di mata
masyarakat. Hal ini akan menghasilkan dokter dengan kemampuan terbatas. Apalagi
dengan ditambah maraknya kasus malpraktek di media massa akhir-akhir ini.
“Masih
ingatkah kalian akan aksi pemakaian pita hitam oleh beberapa dokter di kota
madiun?” Ya, sedikitnya 300 dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia
Cabang Madiun, Jawa Timur, menggelar aksi solidaritas menolak kriminalisasi terhadap
rekan seprofesi mereka. Para dokter mengenakan pita hitam di lengan kanan
selama tiga hari. (TEMPO.CO, Madiun). Berawal dari kasus salah seorang dokter
yang dijerat pasal tentang malpraktik oleh keluarga pasiennya ini kerap menjadi
sorotan banyak masyarakat. Hal ini menimbulkan berbagai kontroversi. Berbagai
respon pun bermunculan menanggapi hal tersebut.
“Ataukah
ini murni dari risiko medis?”
Bicara soal risiko medis. Mungkin ini
salah satu peristiwa pahit yang dialami ketika kakak saya yang sedang menunggu
suaminya akibat terkena musibah kecelakaan lalu lintas. Suaminya diopname kurang lebih
sekitar 15 hari di salah satu rumah sakit yang tidak jauh dari daerah saya.
Selang beberapa hari ketika menunggu, kamar sebelah telah dihuni oleh seorang
kakek tua yang tidak dikenali identitasnya yang terkena musibah kecelakaan
juga. Mungkin nasib malang sudah berpihak pada kakek ini. Ya, awalnya kakek ini
dirawat dengan baik, namun setelah beberapa hari berselang pihak rumah sakit
hanya membiarkan si kakek hanya terbaring kaku di tempat tidur. Mirisnya lagi,
ketika ada salah seorang dokter yang dating, ia hanya melihatnya saja tanpa
melakukan suatu hal yang berarti. Bahkan, susternya sering memarahi kakek
tersebut. Alhasil beberapa hari kemudian si kakek pun sudah tiada. Apakah ini
yang disebut risiko medis?
Terlepas dari kenyataan
pahit yang saya paparkan di atas, saya mengapresiasi kinerja para dokter yang
sudah berusaha mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Saya berharap pemerintah
ikut andil dan memiliki terobosan-terobosan baru untuk mengatasi permasalahan
di atas. Paling tidak untuk meminimalisir akan adanya penyelewengan yang ada.
Sehingga diharapkan semakin bertambahnya
dokter yang benar-benar memiliki jiwa penolong.
Kembali lagi mengenai malpraktik,
hal ini dimungkinkan karena adanya oknum yang tidak bertanggung jawab. Oknum
yang melakukan tindakan malpraktik apabila benar-benar terbukti bersalah ini seharusnya
mendapat tindakan yang tegas dari pihak yang berwajib karena mereka telah
dengan sengaja bertindak tidak sesuai aturan yang berakibat kematian. Dan sebaliknya,
apabila ini terbukti tidak bersalah pihak yang berwajib sebaiknya mengeluarkan
keputusan yang bijak agar tidak menyinggung salah satu pihak.
Kemudian mengenai
masalah pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit. Hal ini akibat kurang adanya
pengawasan, mungkin ketidaksengajaan dan mengabaikan hal sepele ini akan
berakibat fatal. Untuk itu perlu adanya petugas tersendiri dalam melakukan
pengawasan dan juga mengontrol segala kemungkinan yang ada di rumah sakit.
Tapi, sekarang bukan
lagi waktunya pesimis. Masih ada harapan. Diantara 230 juta jiwa lebih penduduk
Indonesia, tersembunyi bibit-bibit muda berbakat yang akan menjadikan Indonesia
menjadi lebih baik. Masih banyak pula dokter-dokter kecil yang bersih,
bertanggungjawab, dan senantiasa mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Jangan Kau Tanyakan Apa Yang Telah
Negara Berikan padamu, Namun Tanyakan Apa Yang Telah Kau Berikan Pada Negaramu.
Satu hal yang
terpenting, yakni kejujuran. Awali semua hal yang kita lakukan dengan sebuah
kejujuran. Kalau ada jalan yang benar kenapa harus memilih yang nyeleneh. Sekecil
apapun itu pasti kelak akan membuahkan hal yang besar kalau kita awali dengan sebuah
kejujuran.
Dan satu hal yang harus
kita ketahui, semua hal yang ada di dunia ini sudah diatur oleh Dzat yang Maha
Kuasa. Kesehatan, kesembuhan, bahkan kematian bukan datang dari tangan manusia,
melainkan hanyalah milik Allah SWT. Kita hanyalah sebagai perantara belaka.
Untuk itu, berusahalah untuk selalu bersyukur dan pergunakanlah sisa hidup yang
ada.
Jadi, sebagai generasi
muda yang peduli akan bangsa ini, marilah kita lakukan yang terbaik yang kita
bisa. Mari ubah mindset kita selama ini. Kalau
yang lurus bisa, kenapa harus nyeleneh. Berdiri tegap menantang dunia, berani
mengambil resiko serta senantiasa berpikir positif untuk Indonesia yang lebih
maju. Demi mewujudkan semua itu, maka mulailah dari diri sendiri, dari hal
kecil, dan dari sekarang!
Hanya
ada satu tanah
Yang
dapat kusebut tanah airku
Ia
besar karena usaha
Dan
usaha itu adalah usahaku*
*dikutip dari sajak
seorang penyair Perancis, Rene de Clerq yang diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia dan dibacakan oleh Mohammad Hatta dalam pembelaannya di sidang kedua pengadilan
pada tanggal 22 Maret 1928.
Kalau yang lurus bisa, kenapa harus nyeleneh.
BalasHapusperlu dilestarikan :D (y)
bagus, terusno ae :D
BalasHapusbener banget tuh, yang pengen jadi dokter harus mempersiapkan dengan baik dulu baru jadi dokter :)
BalasHapusBetul, saya paling tidak suka bila rakyat yang menengah ke bawah dibiarkan begitu saja. Mentang-mentang hanya jamkesmas atau setingkatnya. Apalagi yang saling menyogok, apa mereka bisa jadi dokter yang sebenarnya? Atau barangkali dokter-dokteran :D
BalasHapusnice essay
BalasHapuskeren abis essaynya
BalasHapus